Sabtu, 04 Oktober 2025

Integrasi Deep Learning dan 3D Assemblr dalam Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam



TBM Akhyar Center - Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) sering menghadapi tantangan unik, terutama dalam menyajikan konsep-konsep abstrak, ritual ibadah, atau situs-situs bersejarah secara menarik dan mudah dipahami oleh generasi digital. Metode konvensional berbasis teks dan ceramah seringkali gagal menumbuhkan rasa ingin tahu dan pengalaman mendalam yang dibutuhkan. Oleh karena itu, integrasi teknologi mutakhir, khususnya Deep Learning (Pembelajaran Mendalam) dan platform konten augmented reality (AR) seperti 3D Assemblr, menjadi solusi transformatif. Tujuannya adalah menciptakan ekosistem pembelajaran PAI yang tidak hanya imersif secara visual tetapi juga sangat dipersonalisasi sesuai kebutuhan setiap siswa.

3D Assemblr berperan sebagai katalis visual dan interaktif dalam proses ini. Melalui kemampuannya untuk membangun model 3D dan mengaktifkan pengalaman AR, Assemblr memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan objek PAI yang sebelumnya hanya berupa deskripsi. Siswa dapat menjelajahi replika arsitektur Masjidil Haram, mempraktikkan gerakan salat dengan panduan visual 3D langkah demi langkah, atau menelusuri peta perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW dalam lingkungan mixed reality. Pendekatan ini mengatasi kesulitan pemahaman spasial dan kinestetik, secara fundamental mengubah materi PAI yang pasif menjadi simulasi nyata yang meningkatkan retensi dan pemahaman kontekstual.

Sementara 3D Assemblr menyediakan lingkungan yang kaya, Deep Learning berfungsi sebagai mesin personalisasi yang cerdas. Algoritma DL dapat menganalisis data interaksi siswa dalam lingkungan 3D tersebut—seperti durasi pandang pada model tertentu, tingkat keberhasilan dalam simulasi gerakan salat, atau pola navigasi antar-bab. Berdasarkan analisis ini, DL mengidentifikasi secara tepat gaya belajar dominan, kelemahan konseptual spesifik, dan tingkat kesulitan yang optimal bagi setiap siswa. Ini memungkinkan sistem untuk secara adaptif menyesuaikan alur kurikulum, merekomendasikan objek 3D, atau bahkan memodifikasi tampilan visual Assemblr untuk memaksimalkan efektivitas belajar.

Sinergi antara kedua teknologi ini menciptakan lingkaran umpan balik yang adaptif dan berkelanjutan. 3D Assemblr menghasilkan data interaktif yang sangat kaya (seperti data posisi, orientasi, dan interaksi objek), yang kemudian diproses oleh Deep Learning. Misalnya, jika DL mendeteksi bahwa sekelompok siswa menunjukkan kebingungan saat pertama kali melihat model 3D Ka’bah, sistem dapat secara otomatis menyuntikkan (inject) anotasi audio-visual tambahan atau panduan naratif yang lebih mendetail ke dalam model tersebut secara real-time. Hasilnya adalah pengalaman belajar PAI yang selalu berubah dan berkembang, menjamin setiap menit interaksi siswa termanfaatkan secara optimal.

Pada akhirnya, integrasi Deep Learning dan 3D Assemblr menandai langkah revolusioner menuju Pendidikan Agama Islam abad ke-21. Metode ini tidak hanya meningkatkan daya tarik dan relevansi PAI bagi generasi muda yang mahir teknologi, tetapi juga menjanjikan peningkatan kualitas pendidikan yang terukur melalui personalisasi berbasis data. Tantangan selanjutnya adalah melatih guru agar mahir dalam mendesain skenario pembelajaran yang memanfaatkan potensi penuh AR dan AI, serta memastikan ketersediaan infrastruktur digital yang merata untuk mewujudkan visi pembelajaran PAI yang imersif dan adaptif di seluruh lembaga pendidikan.(*)

Kamis, 02 Oktober 2025

Jawi dan Pegon: Jejak Islam dalam Aksara Nusantara



TBM Akhyar Center- Aksara Jawi dan Pegon merupakan salah satu bukti nyata bagaimana Islam berinteraksi dengan budaya lokal di Nusantara. Jawi berkembang di wilayah Melayu seperti Malaysia, Brunei, dan sebagian Sumatera, sementara Pegon tumbuh subur di tanah Jawa dan Sunda. Keduanya lahir dari kebutuhan untuk menuliskan bahasa daerah menggunakan huruf Arab, sehingga dapat menjadi sarana penyebaran ilmu agama sekaligus literasi masyarakat. Melalui aksara ini, pesan-pesan dakwah, karya sastra, hingga dokumen kerajaan dapat ditulis dan diwariskan.

Perbedaan utama Jawi dan Pegon terletak pada fungsi serta penyesuaiannya terhadap bahasa lokal. Aksara Jawi banyak digunakan dalam literatur Melayu klasik, administrasi kerajaan, dan karya sastra, sedangkan Pegon lebih dikenal di kalangan pesantren untuk menuliskan bahasa Jawa atau Sunda dalam kitab kuning. Dalam prosesnya, huruf Arab dimodifikasi agar sesuai dengan fonologi lokal—misalnya menambahkan lambang untuk bunyi /ng/, /p/, dan /g/. Penyesuaian ini menjadikan keduanya unik sekaligus menjadi jembatan antara bahasa lokal dengan ajaran Islam.

Meski penggunaannya kini semakin berkurang karena dominasi huruf Latin, Jawi dan Pegon tetap memiliki nilai historis yang penting. Upaya pelestarian aksara ini dilakukan melalui penelitian, digitalisasi naskah kuno, hingga pengajaran kembali di sekolah dan pesantren. Dengan mempelajari Jawi dan Pegon, generasi sekarang tidak hanya mengenal sebuah sistem tulisan, tetapi juga menelusuri jejak peradaban Islam yang tumbuh di Nusantara. Ia menjadi warisan literasi yang mempertemukan tradisi lokal dengan nilai-nilai universal Islam, serta membuktikan bahwa budaya Nusantara selalu terbuka pada harmoni dan adaptasi.


Gambar 1 - Huruf Arab Melayu

Gambar 2 - Huruf Arab Melayu


Huruf Arab Jawi atau Pegon merupakan aksara hasil akulturasi budaya antara dunia Arab dan Nusantara. Aksara ini digunakan terutama di kawasan Melayu seperti Malaysia, Brunei, dan sebagian Indonesia, serta di kalangan pesantren Jawa dan Sunda untuk menuliskan bahasa lokal menggunakan huruf Arab. Istilah Jawi lebih populer di wilayah Melayu, sedangkan istilah Pegon digunakan di Jawa. Keduanya sama-sama berfungsi sebagai sarana literasi yang menjembatani masyarakat lokal dengan ajaran Islam, terutama dalam penyebaran ilmu agama melalui kitab kuning, syair, hikayat, dan karya sastra.

Secara teknis, aksara Jawi dan Pegon memanfaatkan huruf Arab standar yang dimodifikasi dengan tambahan titik atau bentuk khusus untuk mewakili bunyi bahasa lokal yang tidak ada dalam bahasa Arab. Misalnya, bunyi /ng/, /p/, atau /g/ yang sering ditemukan dalam bahasa Jawa dan Melayu. Penyesuaian ini menjadikan Jawi dan Pegon unik sekaligus fleksibel, karena mampu merekam kekayaan bahasa daerah dengan tetap mempertahankan nuansa keislaman melalui aksara Arab. Dengan demikian, ia bukan hanya sistem tulisan, tetapi juga simbol percampuran budaya.

Dalam perkembangannya, huruf Jawi banyak digunakan di ranah administrasi kerajaan dan sastra klasik Melayu, sementara Pegon lebih dominan dipakai dalam konteks pesantren sebagai sarana belajar agama. Meski kini penggunaannya berkurang akibat dominasi huruf Latin, keberadaan Jawi dan Pegon tetap menjadi warisan literasi berharga. Upaya pelestarian aksara ini terus dilakukan, baik melalui kajian akademik, digitalisasi naskah kuno, maupun pengajaran kembali di lembaga pendidikan. Aksara Jawi dan Pegon merepresentasikan jejak sejarah Islamisasi Nusantara yang patut dijaga sebagai identitas budaya dan khazanah ilmu pengetahuan.




Senin, 22 September 2025

Pembelajaran Fiqih Jenazah Berbasis AR: Assemblr sebagai Media Edukatif



TBM Akhyar Center - Fiqih jenazah merupakan salah satu materi penting dalam Pendidikan Agama Islam, mencakup tata cara mengurus jenazah mulai dari memandikan, mengafani, menyalatkan, hingga menguburkan. Namun, praktik langsung sering kali sulit dilakukan di sekolah karena keterbatasan sarana. Kehadiran teknologi Augmented Reality (AR) melalui Assemblr menjadi solusi inovatif. Dengan visualisasi 3D, siswa dapat mempelajari tahap-tahap fiqih jenazah secara detail, interaktif, dan tetap menjaga adab serta kesakralan materi.

Assemblr memungkinkan guru menampilkan simulasi digital terkait peralatan dan prosedur pengurusan jenazah. Misalnya, cara melipat kain kafan, tata posisi jenazah, hingga susunan shaf dalam salat jenazah dapat divisualisasikan secara jelas. Siswa tidak hanya membaca teori, tetapi juga melihat praktik virtual seolah terjadi di hadapan mereka. Hal ini membantu pemahaman lebih konkret sekaligus menumbuhkan rasa hormat dalam mempelajari amalan yang penuh makna spiritual ini.

Pembelajaran berbasis AR juga memudahkan siswa mengingat tahapan fiqih jenazah secara runtut. Guru dapat merancang skenario interaktif, seperti latihan mengurutkan langkah-langkah mengafani atau memimpin doa dalam salat jenazah. Dengan cara ini, siswa dilatih untuk berpikir sistematis sekaligus aplikatif. Simulasi digital tersebut menutup celah keterbatasan praktik nyata, sehingga pemahaman siswa tetap mendalam meski tanpa praktik langsung di ruang kelas.

Selain aspek pengetahuan, Assemblr turut membangun kesadaran nilai kemanusiaan. Siswa diajak memahami bahwa mengurus jenazah bukan hanya kewajiban syariat, tetapi juga bentuk penghormatan terakhir kepada sesama muslim. Melalui simulasi interaktif, siswa dapat merenungkan makna empati, kepedulian, dan tanggung jawab sosial. Integrasi nilai-nilai tersebut menjadikan pembelajaran fiqih jenazah lebih menyentuh hati, bukan sekadar keterampilan teknis.

Integrasi Assemblr dalam fiqih jenazah menunjukkan bahwa teknologi dapat mendukung penyampaian materi agama secara efektif dan relevan. Visualisasi AR membuat siswa lebih tertarik, memahami materi secara komprehensif, dan menumbuhkan sikap religius yang benar. Dengan pendekatan ini, pembelajaran PAI menjadi lebih hidup, edukatif, dan sesuai dengan kebutuhan generasi digital, tanpa mengurangi kesucian serta adab dalam mengkaji ilmu agama.

© Copyright 2019-2025 Akhyar Center Indonesia | All Right Reserved