Update Terbaru

Update Terbaru

Perpustakaan

Pendidikan

Dokumentasi

Jumat, 17 Oktober 2025

Pendiri TBM Akhyar Center Jadi Juri Lomba GTK Transformatif Guru SD se-Kota Prabumulih



TBM Akhyar Center - Kegiatan GTK Transformatif tingkat Kota Prabumulih kembali menghadirkan sosok inspiratif dari kalangan pegiat literasi. D.A. Akhyar, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Akhyar Center, didaulat menjadi salah satu juri dalam lomba GTK Transformatif bagi guru sekolah dasar se-Kota Prabumulih. Kehadirannya bukan hanya sebagai bentuk apresiasi terhadap kiprahnya di dunia literasi, tetapi juga sebagai pengakuan atas kontribusinya dalam mendorong transformasi pendidikan berbasis literasi di daerah.

Dalam lomba yang digelar oleh Dinas Pendidikan Kota Prabumulih ini, para guru ditantang untuk menampilkan inovasi pembelajaran yang kreatif, adaptif, dan berdampak. Sebagai juri, D.A. Akhyar menilai karya para peserta dari aspek orisinalitas ide, relevansi dengan kebutuhan siswa abad ke-21, serta nilai literasi yang terkandung dalam praktik pembelajaran. Ia menekankan pentingnya pendidikan yang mengintegrasikan nilai kemanusiaan, kolaborasi, dan kecakapan berpikir kritis—unsur yang selama ini menjadi ruh dari kegiatan TBM Akhyar Center.

D.A. Akhyar dikenal luas sebagai pustakawan berprestasi nasional dan pendiri TBM mandiri yang aktif menggerakkan budaya baca di Prabumulih. Melalui TBM Akhyar Center, ia menginisiasi berbagai program literasi berbasis masyarakat, seperti Bibliobattle, kelas menulis kreatif, dan program literasi keluarga. Kepeduliannya terhadap peningkatan kapasitas guru dan siswa dalam literasi digital serta literasi baca-tulis menjadikan dirinya sosok panutan dalam dunia pendidikan lokal maupun nasional.

Keterlibatan D.A. Akhyar dalam ajang GTK Transformatif ini juga menjadi momentum kolaborasi antara komunitas literasi dan lembaga pendidikan formal. Ia berpendapat bahwa gerakan literasi tidak cukup berhenti di ruang baca, tetapi harus hidup di ruang kelas dan terinternalisasi dalam strategi pembelajaran. Melalui kompetisi ini, ia berharap guru-guru SD di Prabumulih dapat menjadi agen perubahan yang membawa semangat literasi transformatif ke dalam setiap kegiatan belajar mengajar.

Kegiatan GTK Transformatif ini menjadi bukti bahwa pendidikan di Prabumulih terus berkembang dengan dukungan berbagai pihak, termasuk para pegiat literasi seperti D.A. Akhyar. Kolaborasi lintas sektor antara guru, komunitas, dan pemerintah daerah diharapkan dapat menciptakan ekosistem pendidikan yang berkelanjutan dan berkarakter. Dengan semangat literasi dan inovasi, Prabumulih menapaki langkah maju menuju kota yang cerdas, inklusif, dan berbudaya baca.

Sabtu, 04 Oktober 2025

Integrasi Deep Learning dan 3D Assemblr dalam Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam



TBM Akhyar Center - Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) sering menghadapi tantangan unik, terutama dalam menyajikan konsep-konsep abstrak, ritual ibadah, atau situs-situs bersejarah secara menarik dan mudah dipahami oleh generasi digital. Metode konvensional berbasis teks dan ceramah seringkali gagal menumbuhkan rasa ingin tahu dan pengalaman mendalam yang dibutuhkan. Oleh karena itu, integrasi teknologi mutakhir, khususnya Deep Learning (Pembelajaran Mendalam) dan platform konten augmented reality (AR) seperti 3D Assemblr, menjadi solusi transformatif. Tujuannya adalah menciptakan ekosistem pembelajaran PAI yang tidak hanya imersif secara visual tetapi juga sangat dipersonalisasi sesuai kebutuhan setiap siswa.

3D Assemblr berperan sebagai katalis visual dan interaktif dalam proses ini. Melalui kemampuannya untuk membangun model 3D dan mengaktifkan pengalaman AR, Assemblr memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan objek PAI yang sebelumnya hanya berupa deskripsi. Siswa dapat menjelajahi replika arsitektur Masjidil Haram, mempraktikkan gerakan salat dengan panduan visual 3D langkah demi langkah, atau menelusuri peta perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW dalam lingkungan mixed reality. Pendekatan ini mengatasi kesulitan pemahaman spasial dan kinestetik, secara fundamental mengubah materi PAI yang pasif menjadi simulasi nyata yang meningkatkan retensi dan pemahaman kontekstual.

Sementara 3D Assemblr menyediakan lingkungan yang kaya, Deep Learning berfungsi sebagai mesin personalisasi yang cerdas. Algoritma DL dapat menganalisis data interaksi siswa dalam lingkungan 3D tersebut—seperti durasi pandang pada model tertentu, tingkat keberhasilan dalam simulasi gerakan salat, atau pola navigasi antar-bab. Berdasarkan analisis ini, DL mengidentifikasi secara tepat gaya belajar dominan, kelemahan konseptual spesifik, dan tingkat kesulitan yang optimal bagi setiap siswa. Ini memungkinkan sistem untuk secara adaptif menyesuaikan alur kurikulum, merekomendasikan objek 3D, atau bahkan memodifikasi tampilan visual Assemblr untuk memaksimalkan efektivitas belajar.

Sinergi antara kedua teknologi ini menciptakan lingkaran umpan balik yang adaptif dan berkelanjutan. 3D Assemblr menghasilkan data interaktif yang sangat kaya (seperti data posisi, orientasi, dan interaksi objek), yang kemudian diproses oleh Deep Learning. Misalnya, jika DL mendeteksi bahwa sekelompok siswa menunjukkan kebingungan saat pertama kali melihat model 3D Ka’bah, sistem dapat secara otomatis menyuntikkan (inject) anotasi audio-visual tambahan atau panduan naratif yang lebih mendetail ke dalam model tersebut secara real-time. Hasilnya adalah pengalaman belajar PAI yang selalu berubah dan berkembang, menjamin setiap menit interaksi siswa termanfaatkan secara optimal.

Pada akhirnya, integrasi Deep Learning dan 3D Assemblr menandai langkah revolusioner menuju Pendidikan Agama Islam abad ke-21. Metode ini tidak hanya meningkatkan daya tarik dan relevansi PAI bagi generasi muda yang mahir teknologi, tetapi juga menjanjikan peningkatan kualitas pendidikan yang terukur melalui personalisasi berbasis data. Tantangan selanjutnya adalah melatih guru agar mahir dalam mendesain skenario pembelajaran yang memanfaatkan potensi penuh AR dan AI, serta memastikan ketersediaan infrastruktur digital yang merata untuk mewujudkan visi pembelajaran PAI yang imersif dan adaptif di seluruh lembaga pendidikan.(*)

Kamis, 02 Oktober 2025

Jawi dan Pegon: Jejak Islam dalam Aksara Nusantara



TBM Akhyar Center- Aksara Jawi dan Pegon merupakan salah satu bukti nyata bagaimana Islam berinteraksi dengan budaya lokal di Nusantara. Jawi berkembang di wilayah Melayu seperti Malaysia, Brunei, dan sebagian Sumatera, sementara Pegon tumbuh subur di tanah Jawa dan Sunda. Keduanya lahir dari kebutuhan untuk menuliskan bahasa daerah menggunakan huruf Arab, sehingga dapat menjadi sarana penyebaran ilmu agama sekaligus literasi masyarakat. Melalui aksara ini, pesan-pesan dakwah, karya sastra, hingga dokumen kerajaan dapat ditulis dan diwariskan.

Perbedaan utama Jawi dan Pegon terletak pada fungsi serta penyesuaiannya terhadap bahasa lokal. Aksara Jawi banyak digunakan dalam literatur Melayu klasik, administrasi kerajaan, dan karya sastra, sedangkan Pegon lebih dikenal di kalangan pesantren untuk menuliskan bahasa Jawa atau Sunda dalam kitab kuning. Dalam prosesnya, huruf Arab dimodifikasi agar sesuai dengan fonologi lokal—misalnya menambahkan lambang untuk bunyi /ng/, /p/, dan /g/. Penyesuaian ini menjadikan keduanya unik sekaligus menjadi jembatan antara bahasa lokal dengan ajaran Islam.

Meski penggunaannya kini semakin berkurang karena dominasi huruf Latin, Jawi dan Pegon tetap memiliki nilai historis yang penting. Upaya pelestarian aksara ini dilakukan melalui penelitian, digitalisasi naskah kuno, hingga pengajaran kembali di sekolah dan pesantren. Dengan mempelajari Jawi dan Pegon, generasi sekarang tidak hanya mengenal sebuah sistem tulisan, tetapi juga menelusuri jejak peradaban Islam yang tumbuh di Nusantara. Ia menjadi warisan literasi yang mempertemukan tradisi lokal dengan nilai-nilai universal Islam, serta membuktikan bahwa budaya Nusantara selalu terbuka pada harmoni dan adaptasi.


Gambar 1 - Huruf Arab Melayu

Gambar 2 - Huruf Arab Melayu


Huruf Arab Jawi atau Pegon merupakan aksara hasil akulturasi budaya antara dunia Arab dan Nusantara. Aksara ini digunakan terutama di kawasan Melayu seperti Malaysia, Brunei, dan sebagian Indonesia, serta di kalangan pesantren Jawa dan Sunda untuk menuliskan bahasa lokal menggunakan huruf Arab. Istilah Jawi lebih populer di wilayah Melayu, sedangkan istilah Pegon digunakan di Jawa. Keduanya sama-sama berfungsi sebagai sarana literasi yang menjembatani masyarakat lokal dengan ajaran Islam, terutama dalam penyebaran ilmu agama melalui kitab kuning, syair, hikayat, dan karya sastra.

Secara teknis, aksara Jawi dan Pegon memanfaatkan huruf Arab standar yang dimodifikasi dengan tambahan titik atau bentuk khusus untuk mewakili bunyi bahasa lokal yang tidak ada dalam bahasa Arab. Misalnya, bunyi /ng/, /p/, atau /g/ yang sering ditemukan dalam bahasa Jawa dan Melayu. Penyesuaian ini menjadikan Jawi dan Pegon unik sekaligus fleksibel, karena mampu merekam kekayaan bahasa daerah dengan tetap mempertahankan nuansa keislaman melalui aksara Arab. Dengan demikian, ia bukan hanya sistem tulisan, tetapi juga simbol percampuran budaya.

Dalam perkembangannya, huruf Jawi banyak digunakan di ranah administrasi kerajaan dan sastra klasik Melayu, sementara Pegon lebih dominan dipakai dalam konteks pesantren sebagai sarana belajar agama. Meski kini penggunaannya berkurang akibat dominasi huruf Latin, keberadaan Jawi dan Pegon tetap menjadi warisan literasi berharga. Upaya pelestarian aksara ini terus dilakukan, baik melalui kajian akademik, digitalisasi naskah kuno, maupun pengajaran kembali di lembaga pendidikan. Aksara Jawi dan Pegon merepresentasikan jejak sejarah Islamisasi Nusantara yang patut dijaga sebagai identitas budaya dan khazanah ilmu pengetahuan.




Update Terbaru

Unlimited Hosting WordPress Developer Persona

Dongeng Kisah Boneka

© Copyright 2019-2025 Akhyar Center Indonesia | All Right Reserved