Kamis, 02 Oktober 2025

Jawi dan Pegon: Jejak Islam dalam Aksara Nusantara

Jawi dan Pegon: Jejak Islam dalam Aksara Nusantara



TBM Akhyar Center- Aksara Jawi dan Pegon merupakan salah satu bukti nyata bagaimana Islam berinteraksi dengan budaya lokal di Nusantara. Jawi berkembang di wilayah Melayu seperti Malaysia, Brunei, dan sebagian Sumatera, sementara Pegon tumbuh subur di tanah Jawa dan Sunda. Keduanya lahir dari kebutuhan untuk menuliskan bahasa daerah menggunakan huruf Arab, sehingga dapat menjadi sarana penyebaran ilmu agama sekaligus literasi masyarakat. Melalui aksara ini, pesan-pesan dakwah, karya sastra, hingga dokumen kerajaan dapat ditulis dan diwariskan.

Perbedaan utama Jawi dan Pegon terletak pada fungsi serta penyesuaiannya terhadap bahasa lokal. Aksara Jawi banyak digunakan dalam literatur Melayu klasik, administrasi kerajaan, dan karya sastra, sedangkan Pegon lebih dikenal di kalangan pesantren untuk menuliskan bahasa Jawa atau Sunda dalam kitab kuning. Dalam prosesnya, huruf Arab dimodifikasi agar sesuai dengan fonologi lokal—misalnya menambahkan lambang untuk bunyi /ng/, /p/, dan /g/. Penyesuaian ini menjadikan keduanya unik sekaligus menjadi jembatan antara bahasa lokal dengan ajaran Islam.

Meski penggunaannya kini semakin berkurang karena dominasi huruf Latin, Jawi dan Pegon tetap memiliki nilai historis yang penting. Upaya pelestarian aksara ini dilakukan melalui penelitian, digitalisasi naskah kuno, hingga pengajaran kembali di sekolah dan pesantren. Dengan mempelajari Jawi dan Pegon, generasi sekarang tidak hanya mengenal sebuah sistem tulisan, tetapi juga menelusuri jejak peradaban Islam yang tumbuh di Nusantara. Ia menjadi warisan literasi yang mempertemukan tradisi lokal dengan nilai-nilai universal Islam, serta membuktikan bahwa budaya Nusantara selalu terbuka pada harmoni dan adaptasi.


Gambar 1 - Huruf Arab Melayu

Gambar 2 - Huruf Arab Melayu


Huruf Arab Jawi atau Pegon merupakan aksara hasil akulturasi budaya antara dunia Arab dan Nusantara. Aksara ini digunakan terutama di kawasan Melayu seperti Malaysia, Brunei, dan sebagian Indonesia, serta di kalangan pesantren Jawa dan Sunda untuk menuliskan bahasa lokal menggunakan huruf Arab. Istilah Jawi lebih populer di wilayah Melayu, sedangkan istilah Pegon digunakan di Jawa. Keduanya sama-sama berfungsi sebagai sarana literasi yang menjembatani masyarakat lokal dengan ajaran Islam, terutama dalam penyebaran ilmu agama melalui kitab kuning, syair, hikayat, dan karya sastra.

Secara teknis, aksara Jawi dan Pegon memanfaatkan huruf Arab standar yang dimodifikasi dengan tambahan titik atau bentuk khusus untuk mewakili bunyi bahasa lokal yang tidak ada dalam bahasa Arab. Misalnya, bunyi /ng/, /p/, atau /g/ yang sering ditemukan dalam bahasa Jawa dan Melayu. Penyesuaian ini menjadikan Jawi dan Pegon unik sekaligus fleksibel, karena mampu merekam kekayaan bahasa daerah dengan tetap mempertahankan nuansa keislaman melalui aksara Arab. Dengan demikian, ia bukan hanya sistem tulisan, tetapi juga simbol percampuran budaya.

Dalam perkembangannya, huruf Jawi banyak digunakan di ranah administrasi kerajaan dan sastra klasik Melayu, sementara Pegon lebih dominan dipakai dalam konteks pesantren sebagai sarana belajar agama. Meski kini penggunaannya berkurang akibat dominasi huruf Latin, keberadaan Jawi dan Pegon tetap menjadi warisan literasi berharga. Upaya pelestarian aksara ini terus dilakukan, baik melalui kajian akademik, digitalisasi naskah kuno, maupun pengajaran kembali di lembaga pendidikan. Aksara Jawi dan Pegon merepresentasikan jejak sejarah Islamisasi Nusantara yang patut dijaga sebagai identitas budaya dan khazanah ilmu pengetahuan.




Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2019-2025 Akhyar Center Indonesia | All Right Reserved